Kenali-lah Dyahpitaloka

Aku...Dyahpitaloka, suka banget nulis hal-hal gak penting yang mungkin susah dicerna orang lain. Tapi melalui tulisan-tulisan yang mungkin membingungkan buat ditangkap maksudnya ini, Dyahpitaloka sebenarnya hanya ingin membagi apa yang sedang dalam pikirannya, curhatlah intinya...atau kadang juga ngomongin hal yang menurutnya menarik..
Jadi, kalo berkenan, silakan mampir dan kenalilah Dyahpitaloka melalui coretan-coretannya ini...

Pages

Kamis, 01 Juli 2010

Dear Mr. Einstein, I’m So Sorry, But I Disagree


Albert Einstein mengatakan, “Belajar dari hari kemarin. Hidup untuk hari ini. Milikilah harapan untuk hari esok. Yang penting jangan pernah berhenti untuk berharap.”

Sekali baca orang pasti akan berkata bahwa kalimat bijak itu mengandung makna dalam agar orang gak putus asa, terus memiliki harapan karena dengan terus memilik harapan, orang jadi akan lebih optimis dan bersemangat apa yang jadi harapannya akan terwujud suatu hari, semua hanya masalah waktu (asal diimbangi dengan usaha juga tentunya).

“Belajar dari hari kemarin”

Orang hidup pasti punya yang namanya pengalaman, baik yang manis maupun yang pahit. Dua-duanya punya kans untuk diberi space khusus dalam hati buat diinget. Tapi kebanyakan pengalaman pahit sih yang diingetin, karena memori otakku menyisihkan space sedikit lebih luas buat pengalaman pahit hehehe… jujur aja, pengalaman pahit itu jadi semacam trauma. Trauma yang kadang bikin aku jadi gampang parno, ragu, ato takut untuk melangkah. Tapi membuang waktu hampir 5 tahun secara sia-sia diikuti kesadaran yang rada telat datengnya bikin otakku sekarang bekerja keras mempelajari file-file lama yang sebenernya udah gak layak di liat lagi. Tapi sebagai bahan referensi untuk memperbaiki diri, mau gak mau memang harus sedikit melongok ke belakang. Inilah yang Einstein bilang, “Belajar dari hari kemarin”. Dan hasil dari pelajaran kemarin aku menyadari sesuatu, “ketika satu pintu kebahagiaan tertutup, pintu yang lain telah dibukakan. Tapi keseringan kita terpaku lama pada pintu yang tertutup itu, sehingga tidak melihat pintu lain yang dibukakan untuk kita.”

“Hidup untuk hari ini”

Yang lalu telah berlalu, tapi bisa dijadi’in bahan pembelajaran untuk melanjutkan hidup. Einstein mengatakan agar kita hidup untuk hari ini. Sebagai orang awam yang gak selevel Einstein, aku cuma bisa menerjemahkan perkataan itu sebagai sebuah anjuran untuk melakukan apa yang harus dikerjakan saat ini dengan sebaik mungkin. Lakukan yang terbaik yang aku bisa, meraih puncak tertinggi yang sanggup ku jangkau dengan tenaga maksimalku. Yang aku jalani saat ini tidak mudah, rumit dan berliku, tapi aku belajar dari masa lalu, mengubah apa yang memang seharusnya diperbaiki, menerima dan mencoba mempelajari setiap hal baru yang ku dapat, menyelesaikan masalah yang muncul, dan berusaha menyingkirkan batu sandungan yang menghambat langkahku. Hidup untuk hari ini berarti melakukan yang terbaik pula untuk hari ini. lakukan yang terbaik sekarang seolah kesempatan itu tidak akan datang kedua kalinya.

“Milikilah harapan untuk hari esok. Yang penting jangan pernah berhenti untuk berharap”

Memiliki harapan dan terus berharap memang di satu sisi membuat kita jadi lebih bersemangat dan optimis untuk bisa mewujudkan apa yang jadi harapan dan semua rencana hidup kita. Tapi bukankah terlalu berharap juga gak baik ? Aku pernah merasakan, mengharapkan sesuatu terjadi sesuai harapanku, menaruh harapan pada seseorang, tapi hasilnya ??? NIHIL, NOL BESAR !!! Aku sudah berusaha, melakukan yang aku bisa, tapi perbedaan yang sangat prinsip itu tetap jadi penghalang utama. Menyusun rencana untuk masa depan memang tidak salah, bahkan memang lebih baik kalo kita prepare sebelum melangkah lebih jauh. Tapi kenapa setiap kali berharap semua berjalan lancar dan udah atur rencana matang, buntutnya malah satu pun gak tercapai ?? Apa yang salah ??? Bukankah manusia boleh berencana tapi Tuhan-lah yang menentukan ? tapi dengan kejadian itu, apakah aku masih boleh berencana dan berharap ? hilang sudah kepercayaanku pada ‘harapan’. Hari ini, karena hari kemarin, aku enggan, ingin berhenti dan berubah takut berharap dan mengatur rencana hidupku. Berharap terlalu tinggi, di atur terlalu mendekati sempurna justru akan memberi kekecewaan dan rasa sakit yang luar biasa ketika jatuh dan gagal. Belajar dari kemarin… Memupuk harapan, menggantung harapan dan tidak pernah berhenti berharap pada SESUATU, pada SESEORANG bagiku hanya menunjukkan betapa lemahnya diri sendiri sampai harus kehilangan focus dan menyisakan tempat untuk sesuatu yang kadang sebenarnya hanya semu, hanya buaian ucapan yang sesungguhnya berlebihan dan memuakkan. Aku hanya ingin realistis sedikit menghadapi hidup. Tidak ingin kenyang dengan janji belaka, dengan harapan yang bisa saja ternyata hanya kosong belaka. Melihat apa yang ada di depan secara realisitis, secara objektif, gak berlebihan dan memakai logika adalah apa yang sedang aku coba terapkan sekarang. Menjalani apa yang sedang dihadapi bak air yang mengalir aja. Karena aliran air dari sungai kecil pastinya akan bermuara di samudra juga, tujuan utama air itu mengalir. Filosofi ‘aliran air’ itulah yang ingin aku terapkan dalam hidup, bukan ajaran ‘milikilah harapan dan jangan pernah berhenti berharap’. Bukannya mau sok hebat bertentangan dengan kata-kata bijak seorang Einstein yang mendunia, memangnya siapa gue…??? tapi ada bagian yang memang gak bisa aku terima dengan nalar, apalagi buat di terapkan dalam keseharian… Tanpa mengurangi rasa hormatku pada Mr. Einstein, jujur ada bagian dari pendapatnya yang aku gak setuju (Gak penting juga kaleee… aku setuju atau enggak hehehe…).

Hidup adalah sebuah kenyataan yang terus berjalan, aku tidak mau, aku dan hidupku dijejali dengan harapan yang tidak nyata atau janji yang belum pasti ditepati. Aku tidak mau mempertaruhkan hidupku pada sesuatu yang tidak pasti.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar