Kenali-lah Dyahpitaloka

Aku...Dyahpitaloka, suka banget nulis hal-hal gak penting yang mungkin susah dicerna orang lain. Tapi melalui tulisan-tulisan yang mungkin membingungkan buat ditangkap maksudnya ini, Dyahpitaloka sebenarnya hanya ingin membagi apa yang sedang dalam pikirannya, curhatlah intinya...atau kadang juga ngomongin hal yang menurutnya menarik..
Jadi, kalo berkenan, silakan mampir dan kenalilah Dyahpitaloka melalui coretan-coretannya ini...

Pages

Jumat, 25 Juni 2010

Biasakan Budaya Bicara


Aku mau begini, aku nggak mau seperti itu, aku gak suka dipaksa, aku ingin jadi seperti dia, bla bla bla…. Itu hal yang lumrah sering kita pikirkan dan ingin orang lain tahu serta memahami keinginan kita. Tapi gimana caranya agar orang lain tahu apa yang kita inginkan? tentu saja dengan mengkomunikasikannya secara jelas.

Komunikasi, yang identik dengan bicara, adalah aktivitas lazim dalam kehidupan sehari-hari dan manusia memang ditakdirkan tidak bisa lepas dari aktivitas vital yang satu ini. Bahkan teman-teman kita yang menjadi penyandang cacat tuna wicara pun punya caranya sendiri untuk bisa berkomunikasi, menyampaikan maksud hati dan keinginan mereka. Sedangkan buat kita yang dianugrahi kondisi yang normal tiap harinya bukan hanya berkomunikasi dengan sesamanya, bahkan ke tingkat yang lebih privat, kita juga berkomunikasi dengan sang Pencipta.

Melalui komunikasi, kita bisa mengeluarkan apa saja yang ada dalam benak dan pikiran kita. Ada banyak jenis yang bisa dikomunikasikan. Bisa saja berupa saran dan kritikan, ide atau pendapat, keluhan, kekecewaan, kesedihan, kemarahan, pujian, kegembiraan, rasa syukur dan masih banyak lagi yang bisa dikomunikasikan baik secara verbal, gestur atau cukup dengan hati. Bentuk komunikasi yang simple dan umum dilakukan sejak tempoe doeloe….

Begitu pentingnya komunikasi mendorong kemajuan teknologi untuk semakin memudahkan kita untuk menjalin komunikasi dengan siapapun yang kita inginkan. Jadi nggak hanya bisa dilakukan secara verbal yang dilakukan secara face to face atau via telepon sekedar denger suara. Tapi kita sekarang punya fasilitas seperti SMS, Email, dan tentunya jejaring sosial macam Facebook atau Twitter yang membuat kita bisa keep in touch dengan orang lain di seluruh penjuru dunia. Itulah hebatnya hasil teknologi, jarak sejauh apapun bukan masalah, seolah tidak membatasi ruang gerak kita untuk berkomunikasi.

Kemajuan teknologi tentu saja ada segi positifnya, tapi nggak menutup kemungkinan dari yang namanya segi negative loh…. Pernah nih liat tayangan di televisi yang membahas masalah komunikasi yang baik dan benar. Seorang psikolog menilai memang kemajuan jaman bikin semuanya jadi serba lebih gampang dan praktis. Ambil contoh tadi adalah fenomena Facebook. Add sana-sini, dalam sekejap kita bisa menjalin komunikasi di dunia maya dengan ratusan bahkan buat yang maniak bisa menyentuh angka seribu lebih jumlah teman di Facebook. Lewat posting status, sekedar urun komentar di status teman, dan berchatting ria seolah kita memang sudah berubah jadi pribadi yang ‘sangat komunikatif’. Tapi menurut psikolog tersebut, itu justru bisa menimbulkan efek nggak baik buat kita sendiri. “Kita duduk terlalu lama di depan PC, ber-say hi dengan teman, terlalu asyik ngobrol dengan topic yang lagi hangat jadi sorotan media… sebenarnya justru mengantarkan kita pada sebuah titik lemah. Kita jadi terlalu asyik dalam dunia maya, dalam bentuk komunikasi yang kurang nyata. Kita mungkin akan cenderung mengurangi waktu kita untuk bersosialisasi, berkomunkasi dengan orang-orang yang ada disekitar kita. Praktis, secara tidak sadar terjadi sedikit pengurangan kepekaan kita terhadap orang lain. Padahal bicara secara langsung adalah bentuk komunikasi yang sesungguhnya. Menggunakan kemampuan verbal kita secara aktif dengan melibatkan logika, perasaan dan pemikiran terhadap orang lain.”

Pendapat psikolog itu memang ada benarnya, kalo udah terlanjur asyik ber-Facebook ria, keseringan jadi betah di kamar dan duduk berjam-jam melototin PC, meskipun gak sampe lebay lupa caranya ngomong ke orang rumah gimana. Tapi kalo boleh jujur, komunikasi yang paling baik memang komunikasi secara verbal….ngomong secara jelas, kalo perlu muncrat deh ( itu sih namanya lebay kali yaa…), gak cuma bermodal kelincahan jari tangan menari di atas keyboard doank.
Bukan hanya pendapat psikolog itu aja yang mengatakan kalau komunikasi yang paling benar memang bicara, secara verbal. Parlindungan Marpaung dalam bukunya ‘Setengah Isi Setengah Kosong’, mengatakan kalau pendekatan sentuhan (human touch) tetap memegang peranan yang sangat penting. Contohnya aja ketika kita menelpon kerabat yang tinggal jauh dari kita atau menelpon pacar sekedar say hi, membiarkan mereka mendengar suara kita pastinya sedikit lebih bermakna ketimbang kiriman email, komentar iseng di Facebook, SMS atau yang paling jadul sekalipun, lewat surat atau kartu pos.

Tapi komunikasi verbal memang tidak segampang dan sepraktis kalau kita ber-SMS ria atau ber-Facebook ria. Kalo kita mengirim SMS, email atau komentar via facebook, kita masih bisa menyembunyikan ekspresi spontan wajah kita. Meskipun marah, kesal, tersinggung, tertawa, tersipu sekalipun orang yang kita ajak komunikasi saat itu juga gak bakalan tau kok. Yang mereka tau hanya sebatas yang mereka baca. Marah masih bisa pasang emoticon ketawa, tersipu masih bisa pura-pura jengkel…. Semuanya bisa dikamuflasekan (Bisa juga jadi ajang tidak jujur yang tepat mungkin yah….). Laen halnya kalo kita memilih berkomunikasi bicara secara face to face atau via telepon (meskipun cuma modal suara doank…). Ada unsur emosi, yang bisa naik turun, yang dilibatkan. Ada sedikit ekspresi yang mungkin sulit disembunyikan. Ada intonasi dan gaya bahasa yang harus diatur supaya apa yang kita omongin enak di dengar, gak rancu, gak menyinggung apalagi terkesan kasar. Dan kalau kita lengah, tidak bisa mengontrol diri, salah-salah malah bakal jadi Perang Dunia III, karena ‘Mulutmu adalah Harimaumu’. Belum lagi buat beberapa orang yang mendadak dangdut jadi speechless, mendadak garuk-garuk padahal gak gatel, atau keringetan padahal gak lari 1 meter pun, ketika harus bicara secara langsung di depan orang yang bersangkutan. Hmmm…komunikasi (dalam hal ini bicara langsung) ternyata gak gampang yah…
Dipandang susah, jadi susah…dipandang gampang, jadi gampang. Kalau awalnya udah males, grogi, berpikiran atau berprasangka jelek, gengsi ngomong atau memang diniatin gak jujur…bicara memang sepertinya berat, susah. Bicara seperti momok yang wajib dihindari. Tapi sebaliknya, kalau awalnya memang antusias berbagi, positive thinking, tulus mau terbuka, dan jujur dijamin apa aja bisa diomongin baik-baik, termasuk rahasia pribadi, kebohongan yang udah disimpan berabad-abad atau ganjalan di hati yang bisa beralih fungsi jadi bom waktu, siap meledak setiap saat dan meluluhlantakkan kepercayaan yang sudah dibangun dengan susah payah selama periode waktu yang telah dilewati. Aa Gym pernah mengatakan, “…Sebelum berkomunikasi dan bergaul, persiapkan hati kita yang bersih dan tulus. Kalau hati masih kotor dan dipenuhi unsur negative, lebih baik kita urungkan niat untuk berkomunikasi karena hasilnya bisa fatal.”

Jadi mau dibilang kuno, jadul, ndeso, katrok sekalipun… tetap berpikir bicara adalah bentuk komunikasi yang paling tepat, yang tak lekang dimakan oleh jaman. Orang bisa bosen mengirim SMS, kirim email atau menggunakan Facebook, Twitter atau Friendster tapi orang tidak akan pernah bosen untuk bicara.
Bicara…. Mengkomunikasikan apa yang ada di dalam hati dengan dilandasi hati yang bersih, tulus dan jujur tentunya adalah hal yang baik, sama sekali tidak akan membuat kita rugi. Hal baik kenapa harus ditunda lebih lama ?

Marilah kita mulai membiasakan bicara….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar